Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (Umtas) menggelar Pengajian Qobla Ramadlan 1439 H dengan tema “Peluang Dan Tantangan PTM Di Era Disrupsi” pada Senin, 28 Sya’ban 1439 H / 14 Mei 2018 M dengan pembicara Prof. Dr. H. Suyatno, M. Pd., Bendahara Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang juga Rektor UHAMKA dan UMB (Universitas Muhammadiyah Bandung). Kegiatan yang berlangsung di graha Umtas tersebut dihadiri oleh jajaran PDM, PDA, Ortom dan AUM, serta seluruh keluarga besar Umtas.
Mengawali materinya, Prof. Dr. H. Suyatno, M. Pd., menyampaikan bahwa pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial merupakan kunci dalam menghadapi era disrupsi. Tetapi sebelum itu, ekonomi harus maju terlebih dahulu. “Jika ekonomi Muhammadiyah maju, maka hal itu akan sangat membantu perekonomian Nasional. Ekonomi Muhammadiyah bangkit, maka ekonomi nasional juga akan bangkit,” ujarnya.
Selanjutnya, ia menyebutkan bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang belum dikapitalisasi. “Kita sudah kerjasama dengan tujuh bank syariah di Indonesia. Dan uang kita di sana ada triliunan. Makanya suka ada bisikan-bisikan, kenapa Muhammadiyah tidak mendirikan bank sendiri, mengingat asset Muhammadiyah sangat besar. Jika seluruh asset Muhammadiyah se-Indonesia saja dulu, jangan sebutkan yang di luar negeri. Jika semua itu di satukan, tidak ada asset perseorangan ataupun lembaga di Indonesia yang menandingi asset dan uang Muhammadiyah. Namun sayangnya, kita belum mengelola dengan baik. Oleh karena itu, kebangkitan ekonomi Muhammadiyah adalah sebuah keniscayaan,” tuturnya.
Mengapa Muhammadiyah memilih Amal Usaha di bidang pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial? “KH. Ahmad Dahlan sangat cerdas membaca zaman. Ia telah membayangkan akan adanya era disrupsi seperti saat ini. Ia memilih ketiga bidang tersebut agar persyarikatan bisa langgeng. Membuat sekolah agar ada regenerasi. Agar terjadi estafet kepemimpinan. Dan Muhammadiyah itu organisasi gerakan, cirinya adalah dinamis, tidak statis, makanya bisa sampai pada usia satu abad. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah ini seharusnya menjadi ruh di setiap Organisasi Otonom dan Amal Usaha Muhammadiyah,” jelasnya.
Pesan untuk Umtas dalam menghadapi era disrupsi ini adalah, pertama, perbaiki tata kelola jika tidak mau ketinggalan. Manajemen harus menimbulkan akuntabilitas dan kepercayaan karena terukur dengan baik. Kedua, SDM dosen harus bagus, yaitu yang existing, minimal satu prodi satu doktor, terus tingkatkan pangkat akademik, dan produktif menghasilkan karya. “Dosen itu jangan hanya ngaji, ngajar dan nguji¸tanpa melakukan darma yang lain. Di PTM berbeda dengan di PTN, karena kita tidak hanya tri darma pendidikan, melainkan catur darma pendidikan, ditambah dengan Al-Islam Kemuhammadiyan (AIK). Ketiga darma yang lain tidak boleh lepas dari ruh AIK demi mementingkan profesionalisme dan kompetensi pribadi,” urainya.
“Di era disrupsi ini semua nya berubah total. Istilah untuk era ini adalah Revolusi Industri 4.0. Semuanya serba tak beraturan. Siapapun bisa bekerja sebagai apapun, kuncinya memiliki skill dan kompetensi. Tidak lagi depend on ijazah. Karena sekarang sudah mulai diberlakukan Surat Keterangan Pendamping Ijazah, yang berisikan sertifikat kompetensi tertentu. Semua cita-cita kita untuk mewujudkan Indonesia Berkemajuan akan dapat kita gapai jika SDM kita bagus. Di PTM, sosok dosen yang sesuai dengan era disrupsi harus yang berpendidikan tinggi dan memiliki keahlihan yang didapatkan melalui pelatihan, tidak sekadar kurikulum an sich. SDM kita juga harus menguasai sains dan teknologi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tuntutan zaman,” pungkasnya. [nu]