BISMILLAH

Oleh Dr. Ahmad Qonit AD, MA.

Rektor Umtas

             Hampir dipastikan kita tidak akan bisa menghitung seberapa banyak seorang muslim mengucapkan lafal bismillâh dalam sehari semalam, karena pengucapan bismillâh melekat dengan setiap perbuatan yang dilakukannya. Setiap melakukan sesuatu, refleks begitu saja, mesti diawali dengan melafalkan bismillâh, dan hampir dipastikan kita tidak pernah mencatat atau menghitung setiap tindakan yang dilakukan, tetapi mengalir begitu saja sepanjang  napas bertiup, sejauh jantung mendekup berdenyut mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Kalau ditanya seberapa banyak hari ini membaca bismillâh pasti tidak dapat menjawabnya dengan pasti.

Ini ajaran dasar Islam yang terkandung di dalam ayat pertama surat Al-Fâtihah:  بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. Ayat ini mengandung pesan “mulailah setiap perbuatan/tindakan dengan bismillâh atau dengan melafalkan bismillâhirrahmânirrahîm”. Melafalkan bismillâh ini mengandung ajaran tentang niat, yaitu bahwa setiap tindakan yang dilakukan itu harus diniatkan hanya karena Allah saja, yakni ikhlas lillâh, karena Allah semata. Di dalam suatu hadits dikatakan bahwa setiap perbuatan yang tidak dimulai dengan bismillâh itu ditolak, artinya tidak diterima oleh Allah, artinya tidak akan mendapat ganjaran pahala.

Lafal  الرَّحْمَنِ yang mengikuti lafal Allah mengisyaratkan tentang alasan mengapa manusia harus niat ikhlas karena Allah di dalam setiap amaliahnya. Tindakan Allah SWT dalam bentuk menciptakan segala ciptaan-Nya (berupa tujuh langit dan segala isinya), menciptakan manusia, mengajarkan manusia Ilmu dan A-Qur’ân, itu semua, adalah aktualisasi dari nama atau sifat ar-Rahmân ini (Q.S. 67:3; 55:1-4). Memang, manusia dapat melakukan apa saja karena ia memiliki kemampuan untuk melakukannya, dan kemampuan itu ada karena ia hidup, dan hidup itu adalah anugrah dari Mahakasih Allah. Mengucapkan bismillah di setiap awal perbuatan itu mengandung makna: (1) pengakuan bahwa perbuatan itu dilakukan karena dirinya diberi kemampuan melalui kehidupan yang dianugrahkan Allah kepadanya, dan (2) bahwa perbuatan itu dilakukan sebagai wujud bentuk syukur atas anugrah kehidupan tersebut. Sedangkan lafal  الرَّحِيمِ mengandung informasi tentang janji Allah bagi setiap orang melakukan tindakan syukur atas anugrah-Nya itu. Yaitu bahwa mereka itu akan diberi rahmat yang abadi dari dunia hingga akhirat, di dunia berupa kehidupan yang baik (hayâtan thayyibatan) dan di akhirat berupa surga jannatunna’îm.

Sisi lain dari pelafalan bismillah di setiap awal perbuatan adalah terkait fungsi kekhilafahan manusia di muka bumi ini sebagaimana disebutkan  Q.S.2:30 “bahwa manusia dijadikan Tuhan sebagai khalîfah (pemimpin)”. Secaca harfiyah lafal khalîfah itu sendiri berarti “pengganti” atau wakil yang menggantikan pihak yang diwakili. Dalam hal ini pihak yang diwakili manusia itu adalah Allah SWT. Allah telah menyiapkan konsep sistem untuk membangun kehidupan yang sempurna, kehidupan yang terbaik, yaitu dalam bentuk ajaran yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya berupa agama yang dirangkum di dalam kitab suci dimana Al-Qur’ân sebagai kitab-Nya yang terakhir. Allah SWT tidak langsung menjalankan konsep sistem tersebut melainkan mewakilkannya kepada manusia untuk menjalankannya. Oleh karena sebagai khalifah itulah maka setiap melakukan sesuatu manusia secara formal harus mengatakan bahwa ia melakukan suatu tindakan itu adalah atas nama Allâh (Bismillâh) artinya mewakili Allah. Karena mewakili Allah itulah maka setiap tindakan manusia harus menggunakan konsep sistem ajaran Allah yaitu Al-Qur’ân. Jika tidak, maka dia sudah tidak mewakili Allah lagi, tidak lagi berfungsi sebagai khalifah Allah.  Ucapan bismillâh itu ikhlah lillâh mengandung konsekwensi bahwa perbuatan tersebut harus dilakukan denga cara atau kaifiyah sesuai dengan tuntunan ajaran Al-Qur’ân sebagaimana dicontokan oleh Rarul Allah. Seorang yang melafalkan bismillâh seyogyanya sesantiasa berkomitmen untuk seperti ini. Kalau tidak berarti bismillahnya belum sempurna karena baru sebatas di lisan, belum  sampai di sikap dan perbuatan! Wallâhu a’lam bi ash-showâb. []

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *